Ngaben Masal Desa Sanding


Secara sederhana Ngaben adalah upacara pembakaran mayat. Makna upacara Ngaben pada intinya adalah untuk mengembalikan roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya. Seorang Pedanda mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, Idep, dan setelah meninggal Bayu, Sabda, Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, Siwa.

Upacara Ngaben biasanya dilaksanakan oleh keluarga sanak saudara dari orang yang meninggal, sebagai wujud rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Hari pelaksanaan Ngaben ditentukan dengan mencari hari baik yang biasanya ditentukan oleh Pedanda.

 

Upacara ngaben yang dilaksanakan di Desa Sanding sudah dipersiapkan sejak tiga minggu sebelum puncak acara. Desa Sanding yang terdiri dari 7 banjar semua menerapkan sistem ngaben masal. Sistem ngaben masal merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali. Apabila dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang lalu, masyarakat di Desa Sanding waktu itu menerapkan sistem ngaben perorangan yang menghabiskan dana dan tenaga yang cukup banyak. Sistem perorangan ini pun hanya bisa dilaksanakan oleh warga yang ekonominya mapan. Berdasarkan pengalaman pada masa lalu kemudian muncul suatu pemikiran untuk menerapkan sistem ngaben masal. Ngaben masal merupakan suatu kegiatan upacara pitra yadnya yang dilaksanakan secara gotong royong sehingga meringankan setiap warga untuk melangsungkan upacara pengabenan. Disamping itu  sistem ini juga mempererat persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat.

Berbagai sarana upakara dan upacara  dipersiapkan dan dikerjakan secara gotong royong dengan penuh rasa kebersamaan. Seluruh pekerjaan dibagi-bagi berdasarkan tingkat kesulitan pembuatan sarana upakara yang ditentukan. Untuk pembuat Bade dan Lembu sebagaian besar dikerjakan oleh sekaa teruna, mulai dari membentuk lembu, melapisi dengan kain sampai dengan memberikan ornamen dan hiasan khas Bali. Hal yang sama juga dilakukan pada pembuaatan Bade. Sedangkan untuk perlengkapan lain seperti bale tunjuk, pembuatan bale pawedan, sanggah surya, dll dikerjakan oleh krama lanang (laki). Dengan penerapan seperti ini, selain sebagai hujud bakti terhadap orang tua juga sebagai media edukasi bagi para generasi muda untuk mengembangkan dan melestarikan warisan budaya. Karana perlu disadari bahwa tidak sedikit sekarang yang menjual bade dan lembu yang sudah jadi. Untuk menghindari sistem instan maka perlu pembiasaan seperti ini untuk generasi muda demi pelestarian budaya sekaligus mempelajari makna-makna dari setiap sarana upacara.

 

Puncak acara yang jatuh pada tangal 23 September 2011, khusunya untuk Banjar Sanding Bitra akan mengusung lembu sebanyak 4 buah dan 2 buah singa. Pada hari itu juga akan diarak satu buah Bade dan satu buah Wadah menuju Setra Jegi Adat Sanding yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari banjar Sanding Bitra ke utara. Prosesi ini merupakan kegiatan yang unik bahkan menjadi daya darik bagi para wisatawan yang melintas di sepanjang jalur menuju objek Wisata Tirta Empul dan Kintamani.

Sehari sebelum puncak acara tepatnya pada tanggal 22 September 2011 digelar upacara ngening dan nunas tirta. Pada upacara tersebut  dihadari oleh Bapak Bupati Gianyar Cok Ace. Dengan kehadiran Bapak Bupati Gianyar semakin memantapkan dan memeriahkan pelaksanaan upacara pengabenan di Desa Sanding dan  semoga di tahun-tahun berikutnya prosesi seperti ini dapat semakin meningkat baik dari segi kebersamaan, kesatuan, maupun dari ketulusan hati melaksanakan upacara tersebut.

(by admin)

Tidak Dikategorikan

4 pemikiran pada “Ngaben Masal Desa Sanding

  1. Terima kasih, sampun berkunjung ke halaman Rama Sita. Blog ini dibangun oleh pengurus rama sita pada khususnya dan seluruh anggota pada umumnya. Semoga blog ini dapat menginspirasi.

    Suka

Berikan Komentar